Sabtu, 07 Juni 2014

SEJARAH BERDIRINYA PESANTREN DI INDONESIA (PPBU)

 A. SEJARAH PESANTREN
        Ada dua versi pendapat mengenai asal usul dan latar belakang berdirinya pesantren di Indonesia, yaitu:[1]
       Pertama, pendapat yang menyebutkan bahwa pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, yaitu tarekat. Pesantren mempunyai kaitan yang erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini berdasarkan fakta bahwa penyiaran Islam di Inonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat. Hal ini ditandai oleh terbentuknya kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan amalan-amalan zikir dan wirid tertentu. Pemimpin tarekat yang disebut Kiai itu mewajibkan pengikutnya untuk melaksanakan suluk, selama empat puluh hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama, sesama angota tarekat dalam sebuah masjid untuk melaksanakan ibadah-ibadah dibawah bimbingan Kiai. Untuk keperluan suluk ini para Kiai menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat-tempat khusus yang terdapat di kiri kanan masjid. Disamping mengajarkan amalan-amalan tarekat, para pengikut itu juga diajarkan agama dalam berbagai cabang ilmu pengetahuaan agama Islam. Aktifitas yang dilakukan oleh pengikut-pengikut tarekat ini kemudian dinamakan pengajian. Dalam perkembangan selanjutnya lembaga pengajian ini tumbuh dan berkembang menjadi lembaga Pesantren .
       Pendapat yang kedua adalah, pesantren yang kita kenal sekarang ini pada mulanya merupakan pengambil alihan dari sistem pesantren yang diadakan oleh orang-orang Hindu di Nusantara. Kesimpulan ini berdasarkan fakta bahwa jauh sebelum datangnya Islam ke Indonesia lembaga pesantren sudah ada di negri ini. Pendirian pesantren pada masa itu dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan agama Hindu dan tempat membina kader. Anggapan lain mempercayai bahwa pesantren bukan berasal dari tradisi Islam alasannya adalah tidak ditemukannya lembaga pesantren di negara-negara Islam lainnya, sementara lembaga yang serupa dengan pesantern banyak ditemukan dalam masyarakat Hindu dan Budha, seperti di India, Myanmar dan Thailand.

      Pesantren di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangannya setelah abad ke 16. Pesantren-pesantren besar yang mengajarkan berbagai kitab Islam klasik dalam bidang fikih, teologi dan tasawuf. Pesantren ini kemudan menjadi pusat pusat penyiaran Islam seperti; Syamsu Huda di Jembrana (Bali) Tebu Ireng di Jombang, Al Kariyah di Banten, Tengku Haji Hasan di Aceh, Tanjung Singgayang di Medan, Nahdatul Watan di Lombok, Asadiyah di Wajo (Sulawesi) dan Syekh Muhamad Arsyad Al-Banjar di Matapawa (Kalimantan Selatan) dan banyak lainnya.

       Walaupun setiap pesantren mempunyai ciri yang khas, namun ada 5 prinsip dasar pendidikannya, yang tetap sama yaitu;
1.  Adanya hubungan yang akrab antara santri dan Kiai
2. Santri taat dan patuh kepada Kiainya, karena kebijaksanaan yang dimiliki oleh Kiai
3. Santri hidup secara mandiri dan sederhana
4.  Adanya semangat gotong royong dalam suasana penuh persaudaraan
5.  Para santri terlatih hidup berdisiplin dan tirakat.

 B. PONDOK PESANTREN DAHULU
         Dalam catatan sejarah, Pondok Pesantren dikenal di Indonesia sejak zaman Walisongo. Ketika itu Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan di Ampel Surabaya dan menjadikannya pusat pendidikan di Jawa. Para santri yang berasal dari pulau Jawa datang untuk menuntut ilmu agama. Bahkan di antara para santri ada yang berasal dari Gowa dan Talo, Sulawesi.[2]
Pesantren Ampel merupakan cikal bakal berdirinya pesantren-pesantren di Tanah Air. Sebab para santri setelah menyelesaikan studinya merasa berkewajiban mengamalkan ilmunya di daerahnya masing-masing.
Kesederhanaan pesantren dahulu sangat terlihat, baik segi fisik bangunan, metode, bahan kajian dan perangkat belajar lainnya. Hal itu dilatarbelakangi kondisi masyarakat dan ekonomi yang ada pada waktu itu. Yang menjadi ciri khas dari lembaga ini adalah rasa keikhlasan yang dimiliki para santri dan sang Kyai. Hubungan mereka tidak hanya sekedar sebagai murid dan guru, tapi lebih seperti anak dan orang tua. Tidak heran bila santri merasa kerasan tinggal di pesantren walau dengan segala kesederhanaannya.

 C. SEJARAH PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM
       Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, terletak di Dusun Tambakberas, Desa Tambakrejo, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Propinsi Jawa Timur, tepatnya ± 3 Km sebelah utara kota Jombang. Pondok Peantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, dengan sosio kultur religious agraris.
Sekitar tahun 1825 di sebuah Desa yang jauh dengan keramaian kota Jombang, tepatnya di sebelah utara kota Jombang, di Dusun Gedang kelurahan Tambakrejo, datanglah seorang yang ‘alim, pendekar ulama atau ulama pendekar, bernama Abdus Salam namun lebih dikenal dengan panggilan Mbah Shoicha (bentakan yang membuat orang gemetar) Kedatangannya di dusun ini membawa misi untuk menyebarkan agama dan ilmu yang dimilikinya. Menurut silsilah beliau termasuk keturunan Raja Brawijaya (kerajaan Majapahit).
Abdus Salam putra Abdul Jabbar putra Abdul Halim (Pangeran Benowo) putra Adurrohman (Jaka Tingkir).
         Kedatangan Abdus Salam di Desa ini semula masih merupakan hutan belantara, kurang lebih 13 tahun dia bergelut dengan semak belukar dan kemudian dijadikan perkampungan yang dihuni oleh komunitas manusia. Setelah berhasil merubah hutan menjadi perkampungan, mulailah ia membuat gubuk tempat ia berdakwah yaitu sebuah pesantren kecil yang terdiri dari sebuah langgar, bilik kecil untuk santri dan tempat tinggal yang sederhana. Pondok pesantren tersebut dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Pondok Selawe atau Telu, dikarenakan jumlah santri yang berjumlah 25 orang dan jumlah bangunan yang hanya terdiri 3 lokal beserta mushollanya. Hal ini terjadi pada tahun 1838 M, kondisi tersebut adalah cikal bakal PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM.
Sementara itu menurut versi yang lain istilah 3 (telu) adalah merupakan representasi dari Pondok Selawe atau Pondok Telu yang mengembangkan ilmu-ilmu Syari’at, Hakikat dan Kanuragan. Hal itu didasarkan pada manifestasi keilmuan Mbah Shoichah sendiri yang mencakup ketiganya.
Setelah Kyai Shoichah (Abdussalam) berusia lanjut (sepuh: bahasa jawa) tampuk pimpinan pondok Selawe atau pondok telu diserahkan kepada dua menantunya yang tidak lain adalah santrinya sendiri. Kedua menantunya tersebut adalah Kyai Ustman dan Kyai Sa’id. Dengan mendapat restu dari mertuanya Kyai Ustman dan Kyai Sa’id  menjadikan pondok menjadi dua cabang, hal ini dikarenakan jumlah santri yang semakin bertambah banyak. Kyai Ustman mengembangkan pondok di Dusun Gedang yang tidak jauh dari pesantren ayah mertuanya yaitu di sebelah timur sungai pondok pesantren, sedangkan Kyai Sa’id  mengembangkan pesantren di sebelah barat sungai.
Dalam penataan manajemen pendidikan pesantren yang diasuhnya, Kyai Ustman lebih berkonsentrasi mengajarkan ilmu-ilmu Thoriqot atau Tasawuf, sedangkan Kyai Sa’id mengajarkan ilmu-ilmu Syari’at.
     Tidak sampai disitu, Dari Kyai Utsman meneruskan perjuangan dari Mbah Shoichah, hingga banyak pondok yang di berdiri di tanah tambak beras. dari bidang ke pendidikan sendiri langsung di tangani langsung oleh Kyai Abdul Fattah, termasuk juga Kyai Abdul Wahab H. perannya dalam membangun dunia keislaman sangat besar, termasuk dalam membangun pondok pesantren Bahrul Ulum. putra putri beliau menunjukkan bahwa sepantasnya kita untuk meneruskan cita-cita dari sang leluhur. yang dulunya hanya mempunyai santri sebanyak 25, untuk sekarang sudah berkembang pesat dan jumlah santrinya pun juga sangat banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Jamhuri, Muhammad.1990.Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia. Tangerang: Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Asy-Syukriyyah.

Siregar, Suryadi. 1996. Pondok Pesantren Sebagai Model Pendidikan Tinggi. Bandung:  Kampus STMIK Bandung.
www.google.com.
Posted by Haniera imuet On 11.10 No comments READ FULL POST

Kamis, 05 Juni 2014


Istikharah menurut Imam Nawawi dalam kitab al-adzkar sangat dianjurkan (sunnah) pada semua perkara yang memiliki beberapa alternatif. Rasulullah dalam sebuah hadits riwayat Jabir Ibn Abdillah ra bersabda:
اذا هم أحد كم بالأمر فليركع ركعتين ثم ليقل: أللهم… (رواه البخاري)
Jika diantara kalian hendak melakukan perkara/urusan, maka rukuklah (shalatlah) dua rakaat : kemudian berdoa…(HR. Bukhori)
Redaksi dalam hadits tersebut menggunakan kata ‘al-amr’ yang berarti perkara atau urusan yang mengandung makna umum. Meski demikian berbagai perkara wajib tidak perlu di-istikharahi. Sebab kita tidak punya pilihan lain. Yakni yang wajib harus dilakukan dan yang haram harus ditinggalkan. Tidak perlu istikharah apakah akan mengerjakan shalat atau tidak misalnya. Demikian juga dengan mencuri, berzina dan sejenisnya.
Posted by Haniera imuet On 07.46 No comments READ FULL POST

ASWAJA atau Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah sebagai paham keagamaan, mempunyai pengalaman tersendiri dalam sejarah Islam. Ia sering dikonotasikan sebagai ajaran (mazhab) dalam Islam yang berkaitan dengan konsep ‘aqidah, syari’ah dan tasawuf dengan corak moderat. Salah satu ciri intrinsik paham ini -sebagai identitas- ialah keseimbangan pada dalil naqliyah dan ‘aqliyah. Keseimbangan demikian memungkinkan adanya sikap akomodatif atas perubahan-perubahan yang berkembang dalam masyarakat, sepanjang tidak bertentangan secara prinsipil dengan nash-nash formal.
Ekstrimitas penggunaan rasio tanpa terikat pada pertimbangan naqliyah, tidak dikenal dalam paham ini. Akan tetapi ia juga tidak secara apriori menggunakan norma naqliyah tanpa interpretasi rasional dan kontekstual, atas dasar kemaslahatan atau kemafsadahan yang dipertimbangkan secara matang.
Fleksibilitas Aswaja juga tampak dalam konsep ‘ibadah. Konsep ibadah menurut Aswaja, baik yang individual maupun sosial tidak semuanya bersifat muqoyadah -terikat oleh syarat dan rukun serta ketentuan lain- tapi ada dan bahkan lebih banyak yang bersifat bebas (mutlaqoh) tanpa ketentuan-ketentuan yang mengikat. Sehingga teknik pelaksanaannya dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi perkembangan rnasyarakat yang selalu berubah.
Posted by Haniera imuet On 07.40 No comments READ FULL POST

A.      Pendahuluan
Sunan Al-Tirmidzi merupakan salah satu kitab induk hadits dari beberapa kitab hadits lainnya. kitab hadits ini disusun berdasarkan bab-bab tentang fiqih. Dalam kitab ini tidak terdapat pembahasan tentang aqidah, siroh, manaqib dan lainnya, hanya terbatas pada masalah fiqh dan hadits-hadits hukum saja agar digunakan oleh para fuqaha dalam mengambil kesimpulan hukum. Sunan Al-Tirmidzi, ditulis oleh Imam Muhammad bin ‘Isa Al-Tirmidzi rahimahullah. salah satu kitab yang mensyarahi Sunan Al-Tirmidzi adalah Tuhfah Al-Ahwadzi karya Abu al-‘Ula Muhammad Abdurrahman.
Adapun kitab lain yang mensyarah Sunan al-Tirmidzi adalah Aridhah al-Ahwadzi fi Syarah Sunan Al-Tirmidzi, karya Al Imam Al-Hafidz Abu Bakar Muhammad bin Abdillah Al-Isybili, Qutul Mughtazi Ala Jami’ Al-Tirmidzi karya Al-Imam Al-Hafidz Jalaluddin Al-Suyuti. Akan tetapi pada makalah ini kami akan membahas sedikit tentang syarah dari sunan al-Tirmidzi yang lain yaitu Tuhfah al-Ahwadzi karya Abu al-‘Ula Muhammad Abdurrahman.
Posted by Haniera imuet On 07.34 1 comment READ FULL POST

Rabu, 04 Juni 2014

Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tambakberas Jombang berada di dalam pengawasan dan pembinaan Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
MAN Tambakberas menerima peserta didik baru untuk Program Pilihan Peminatan Akademik:
1. Matematika dan Ilmu Alam (MIA):
- Unggulan
- Reguler plus Keterampilan
- Reguler
2. Ilmu-Ilmu Sosial (IIS): Reguler
3. Ilmu-Ilmu Bahasa dan Budaya (IIB): Reguler
4. Ilmu-Ilmu Agama (IIA)
Waktu & Tempat Pendaftaran
Pendaftaran dibuka mulai tanggal 14 Juni s.d. 30 Juni 2014
Waktu: Pukul 08.00 – 13.00 WIB
Tempat: Kantor Pusat MAN Tambakberas (PP Bahrul Ulum Tambakberas Jombang) Jln. Merpati Tambakberas Jombang.
Telp. (0321) 862352, Fax. (0321) 855537, SMS Centre 085770109109
Syarat Pendaftaran
1. Mengisi formulir pendaftaran
2. Fotokopi ijazah dan SKHUN MTs/SMP yang telah dilegalisasi sebanyak 2 lembar.
3. Menunjukkan Ijazah dan SKHUN asli.
4. Fotokopi NISN (Nomor Induk Siswa Nasional) sebanyak 2 lembar.
5. Foto hitam-putih 3 x 4 sebanyak 10 lembar
6. Fotokopi Kartu Keluarga (KK) sebanyak 2 lembar.
7. Fotokopi KTP Orangtua.
8. Fotokopi prestasi akademik (sertifikat/piagam) bagi yang memiliki, masing-masing 2 lembar.
9. Fotokopi Akta Kelahiran.
10. Mengisi Pakta Integritas dan Peminatan.
11. Melampirkan Surat Rekomendasi Peminatan dari BP/BK SMP/MTs.
* Surat Rekomendasi dan Peminatan dapat didownload di sini
Waktu Tes Seleksi
Tes dilaksanakan pada
- 1 Juli 2014, Khusus Program Pemilihan danPeminatan MIA Unggulan
- 2 Juli 2014, Semua Program Peminatan
- 3 Juli 2014, Tes Psikologi Semua Program
Materi Tes
- Kemampuan Agama (Tulis dan Praktik)
- Potentsi Akademik (Matematika, Sains, dan Bahasa Inggris)
- Wawancara (Khusus Unggulan)
Pada saat tes, peserta wajib membawa pencil 2B (LJK)
Pengumuman hasil tes pada tanggal 9 Juli 2014
Daftar ulang mulai tanggal 9 s.d. 11 Juli 2014

Posted by Haniera imuet On 23.27 No comments READ FULL POST

Selasa, 03 Juni 2014

Kepemimpian dapat diartikan sebagai upaya mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti perintah yang diberikannya untuk melaksanakan tugas-tugas dan progam yang telah direncanakan guna mencapai tujuan yang diharapkan. Deawasa ini bahwa kepemimpinan sering di kaitkan dengan manajer, padahal kepemimpinan dan manajer adalah beda. Jika kepemimpinan tugasnya mengarahkan, menetapkan visi dan misi dan program sebagai acuan, sedangkkan manajer tugasnya adalah menjalankan dan mewujudkan apa yang telah ditetapkan oleh pemimpin tersebut. Jika kepemimpian lebih bersifat ideal, sedangkan manajer lebih bersifat teknis. Maka jelaslah sudah bahwa pemimpin dan manajer adalah dua hal yang berbeda.
Dalam ajaran islam kepemimpinan disebut dengan istilah khalifah. Kholifah secara etimologi adalah wakil atau pengganti, dan kholifah secara epistimologi adalah orang yang bertugas menegakkan agama dan syari’at Allah, pemimpin dari kaum muslim sebagai penyempurna penyebaran syariat Islam, istilah yang paling terkenal adalah kholifah yang diartikan sebagai seoarang pengganti kepemimpinan rasulullah, kepemimpinan disini tidak diartikan sebagai nabi atau rasul namun kepemimpinan disini sebagai orang yang mengarahkan, meggerakan kepada syariat Allah.
Dari pemaparan penegertian tentang kepemimpinan diatas, jelas bahawa kepemimpinan menurut persepektif ajaran Islam, kepemimpinan tidak hanya dalam ruang lingkup yang menjalankan roda pemerintahan begitu saja, namun seoranng pemimpin, harus mengarahkan, menggerakan, menuntun rakyatnya untuk melaksankan apa saja yang terdapat dalam syariat islam, serta kepemimpinan yang mempengaruhi rakyatnya untuk mengikuti perintah dan arahan dari seorang pemimpin.
Dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa yang dinamakan kepemimpinan adalah gerakan fisik ataupun non fisik yang bersifat aktifitas yang memiliki tujuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan yang menjadi kesepakatn antara atasan dengan bawahan atau antara pemimpin dengan rakyatnya.

A.2. Fungsi kepemimpinan.
Telah dijelaskan diatas bahwa kepemimpinan adalah pelaku manajerial, yang mana kepemimpinan adalah sebagai salah satu bagian manajemen yang sangat vital dan penting sekali untuk mencapai tujuan dalam sebuah ruang lingkup organisasi. Fungsi-fungsi kepemimpinan adalah bagian utama dari tugas yang harus dilakuan dalam sebuag organisasi. Akan tetapi untuk merumuskan fungsi organisasi secara kompleks maka harus mengertahui fungsi dari pemimpin itu sendiri, fungsi pemimpin yakni;
a)      Membangkitkan minat dan perhatian yang tinggi kepada bawahan tentang tugasnya.
b)      Menyampaikan ide, gagasan, trobosan kepada yang lain.
c)      Mempengaruhi serta menggerakkan orang lain untuk mengikuti apa yang telah diarahkan.
d)      Menciptakan perubahan secara efektif.
Berdasarkan gambaran tentang fungsi pemimpin diatas maka fungsi kepemimpinan itu sendiri menurut Sondang P. Siagian menjelaskan bahwa fungsi-fungsi kepemimpinan terdiri dari (1) pimpinan sebagai penentu arah, (2) pimpinan sebagai wakil dan juru bicara organisasi, (3) pimpinan sebagai komunikator yang aktif, (4) pimpinan sebagai mediator, dan (5) sebagai integrator.
A.3. Konsep kepemimpinan Islam
Konsep merupakan cara pandang yang menjadi dasar landasan pemikiran. Konsep kepemimpinan adalah konsep yang dimiliki oleh ajaran islam dalam memandang kepemimpinan, kepemimpinan dalam islam memandang dan mencakup beberapa Aspek;
a)      Aspek pengaruh.
Dalam ajaran islam, pemimpin yang tidak memiliki pengaruh akan menyebabkan hilangnya kepercayaan umat pada pemimpin tersebut. Bisa menjadi contoh yaki kholifah Abu Bakar, Umar Bin khattab, Utsman Bin Affan, Ali Bin Abi Tholib.
b)      Aspek Kerohanian,
Selain  sebagai pemimpin umat, seorang pemimpin juga memilki kedudukan sebagai pemimpin agama, hal demikian ini bisa ditunjukkan bagaimana Nabi Muhammad SAW, beliau adalah seorang pemimpin rakyat dilain sisi beliau juga seorang pemimpin Agama.
c)      Aspek karasteristik.
Aspek yang digunkan untuk menilai kepemimpinan seseorang, meliputi karakter pemimpin baik maupun buruk.

Seiring aspek dan fungsi yang telah dikemukakan diatas bahwa tugas utama kepemimmpinan adalah mengarahkan , menggerakkan, membimbing dan mengisnpirasi bawahan, maka seorang pemimmpin memiliki persyaratan kualitatif, yakni sebagai berikut; pertama, kemampuan Technical skill. kedua, Leadership skill. ketiga, Emotional skill. keempat, komunication skill. Kelima, Moral skill. Keenam, spiritual skill.

A.4.  Syarat-Syarat kepemimpinan Menurut Islam.
Kholifah lebih identik dengan kepemimpinan negara Islam sedangkan presiden lebih identik dengan  sitem kepemimpinan negara sekuler. Sehingga terkait kepemimpinan dalam makalah ini, penulis lebih mengarah kepada kholifah yang identik sebagai sistem kepemimpinan negara islam. Adapun kreteria kholifah adalah sebagai berikut;
a.       Tidak ambisius menjadi kholifah.
b.      Harus beraqidah murni
c.       Taat beribadah
d.      Berakhlak mulia
e.       Istiqomah dalam pendirianya
f.        Rela berkorban demi islam
g.      Memiliki ilmu yang luas, khususnya tentang syareat Islam.

Berdasarkan aturan syar’i dan praktek kenegaraan maka calon kholifah harus dipilih oleh rakyat atau wakil-wakil rakyat yang disebut dengan dewan syuro’ tampa adanya tekanan dari siapapun. Dalam hal memberikan wewanang maka kholifah boleh mencari pendamping untuk membantu berjalanya proses kepemimpinan. Meskipin demikian wewenang yang dimiliki oleh kholifah tidak diperbolehkan keluar dari koledor atau ketetapan syar’i yakni ketetapan yang telah allah firmankan. Namun islam salau mengajarkan meskipun berada dalam kepemimpinan Islam tidak diperbolehkan menafikan bidang keumuman, ajaran islam memerintahkkan agar wewenang yang diciptakan disamping berada dalam wilayah agama namun juga bersifat umum.kepemimpinan islam
Posted by Haniera imuet On 23.55 No comments READ FULL POST

Cerita ini berawal dari ketidaktahuan akan perbedaan-perbedaan yang sering terjadi pada setiap oraganisasi islam atau orang-orang biasa menyebunya dengat “ormas islam”,  perbedaan  yang dulu saya ketehui hanyalah dalam hal qunut saja dan yang saya pikirkan perbedaan itu tidak akan dibawa keranah tempat seperti masjid dan sebagainya.ternyata semua yang saya pikirkan itu salah. Masjid-masjid terkadang dimiliki oleh satu ormas munkin lebih enak dengar kata-kata masjid  ormas A sebut saja begitu, karena mereka menggunakan atau mengkuti cara yang secara keseluruhan mengikuti tata cara yang telah di tetapkan oleh ormas A tersebut, meskipun begitu mereka tidak melarang ormas B,C atau D untuk melakuka ibadah disana.
Suatu ketika saya dalam perjalanan menuju surabaya, adzan mulai memanggil saya untuk melakukan ibadah sholat ashar, karena saya muslim yang taat bisa dikatakan begitulah, saya berhenti mencari masjid dan melakukan ibadah sholat ashar disana. Namun setelah sholat berjama’ah di masjid itu semua orang disana diam tidak seperti biasanya masjid-masjid melakukan dzikir seperti dimasjid dekat rumah saya, saya melihat kanan dan kiri mereka sehabis sholat diam sebentar kemudian pulang begitu juga oleh sang imam, saya sempet bertanya dalam hati saya kenapa mereka tidak berdzikir, namun pikiran saya itu saya tepis dengan membuat asumsi bahwa mereka munkin berdzikir dengan tidak mengeraskan suara karena waktu ashar. Kemudian saya melanjutkan perjalanan saya, setelah menjelang magrib saya mencari masjid untuk melakukan ibadah sholat magrib dimasjid itu, seperti biasa mereka setelah sholat berjamaah melakukan dzikir. Saya masih bertanya dalam hati dimasjid disana tadi tidak melakukan dzikir tapi disini disini melakukan dzikir. Pertanyaan-pertanyaan itu semakin membuat saya resah, kemudian saya memutuskan untuk ketika pulang nanti saya akan kembali melakukan ibadah sholat magrib disana
Menuju perjalanan pulang, memang pas waktu yang saya perkirakan bahwa pada saat magrib saya berada pada masjid tersebut, tenyata sama seperti kemarin bahwa dimasjid itu orang-orang setelah sholat hanya diam.  Saya mencoba bertanya dengan imam setelah sholat, beliau menjawab bahwa” Nak disini semuanya mengikuti ormas A, kalau memang mas ingin ada dzikir bersuara keras coba mas nanti sholat isya’ di masjid sana”. Apa yang disarankan oleh pak yai tadi saya lakukan. Setelah melakukan sholat disana memang benar apa yang telah dikatakan oleh pak yai, tapi saya ingin bertanya pada imam tersebut beliau menjawab sama seperti yang dikatakan pada ormas A tadi.
Lagi-lagi saya berfikir kenapa terjadi perbedaan dalam dua ormas islam tadi, bukanya mereka juga islam tapi kenapa bisa berbeda, dan setelah itu saya baru tahu bahwa perbedaan itu tidak hanya dalam hal qunut tapi juga dalam dzikir setelah sholat berjama’ah.        
v Pendahuluan
Dalam pengalam yang telah saya alami diawal, bahwa pokok permasalahan  adalah tentang dzikir setelah melakukan ibadah sholat, yang mana dalam hal ini terkait dua buah organesasi yang selama ini sering sekali terjadi beberapa perbedaan tentang tata cara beribadahnya. Dua orgenesasi itu adalah NU (Nahdlotul  ulam’) dan MD (Muhamadiyah). Sebelum melakukan analisis pertama saya akan mengenalkan tentang siapa Muhamadiah dan Nahdlotul  Ulama’ itu agar nantinya tidak terjadi saling mengunggulkan dan merendahkan diantra keduanya.
v  Nahdlotul Ulam’ (NU)
Sejarah berdirinya  NU bermula dari keterbelakangan, baik secara mental maupun ekonomi ang di alami bangsa Indonesia akibat  penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi. Apa yang terjadi saat itu mengugah kaum  terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul pada tahun 1908 itu dinamakan dengan gerakan kebangkitan nasional. Kemudian berwal dari  pesantren maka kebangkitan nasional merespon apa yang telah dilakukan rakyat pesntren demi melawan kolonialisme dengan medirikan Nahdlotul Wathon (1916), kemudian pada tahun 1918 bedirilah taswirul afkar, kemudian didirikan nahdlotut tujjar.
Berawal dari sebuah peristiwa tentang asas tunggal wahabi dimekkah oleh raja saud yang akan menghancurkan semua peninggalan peradapan islam. Karena hal itu para rakyat pesatren yang selama ini membela keberagamaan, menolak tegas tentang pembatasan bermadzhab dan penghancuran peradapan islam, menyebabkan terjadinya kesepakatan untuk membuat orgenesasi yang dinamakan dengan Nahdlotul Ulama’ pada tanggal 31 januari 1926 yang di pimpin oleh K.H Hasyim Asya’ari.
NU menganut  faham  Ahli ssunnah Wal Jama’ah, sebuah pola piker yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasinalis) dengan ekstrim naqli (skriptualis), oleh karena itu sumber pemiikira NU tidak hanya bersumber dari Al-quran dan As-sunnah  namun juga ditambah dengan kemampuan rasio dan empiric., seperti Abu hasan Al-Asyari dan Abu Mansur Al-Maturidy dalam hal teologi,  dalam bidang fiqih mengikuti empat madzhab yakni imah Hanafi, syafi’I, Maliki, Hambali, sementara dalam bidang tasawuf menggunakan metode Imam Ghazaly dan Abu Junaid Al-baghdadyyang mengintergrasikan antara syariat dan tasawuf.
v  Muhamadiyah (MD)
Muhamadiyah didirikan oleh muhammad darwis yang lebih dikenal dengan K.H  Ahamad Dahlan di kampung kuaman Yogyakarta pada tanggal 8
 Dzulijjah 1330 H/ 18 November 1912.  Didirikanya Muhamadiyah oleh kyai Dahlan merupakan sebuah usaha pemurnian Islam dari hal-hal mistik.
Awal mula pendirian Muhamadiyah banyak sekali menolak namun seiring berjalanya waktu dan berkat kegigihan kyai Dahlan dalam memperjuangkannya akhirnya pada tahun 1913 memulai pembangunan sekolah-sekolah formal, dan setelah beberapa tahun berikutnya didirikanya A’isyiyah sebuah orgenesasi untuk kaum perempuan.
Banyak sekali pandangan keagamaan Muhmadiyah selah satunya adalah sebagai beriut :
Muhamadiyah dalam melakukan kiprahnya diberbagai bidang kehidupan untuk kemajuan uma, bangsa dan dunia kemanusiaan dilandasi oleh keyakinan dan paham keagamaan bahwa islam sebagai ajaran yang membawa misi kebenaran ilahiyah harus didakwahkan sehingga menjadi rohmatan lil’alamin dimuka bumi ini. 
Yang pelu digaris bawahi sebelum menganilisis, bahwa orgenesasi Nahdlotul “ulama dan Muhamadiyah bukan lah orgenesasi yang bertentangan, melainkan hanya mengalami perbedaan dalam tata cara beribadahnya bukan perbedaan masalah keimanan dan keislamannya.
NU dan Muhamdiah bukanlah sebuah madzhab melainkan sebagi ormas , namun didalam kedua ormas diatas memiliki lembaga-lembaga dalam mengeluarkan fatwa-fatwa berkaitan dalam hukum-hukum fiqih atau hukum islam, yang mana dalam ormas NU dinamakan dengan Bahtsul masail dan dalam ormas muhamadiah dinamakan dengan llajnah tarjih. Yang mana terkadang dalam penggalian hukum dalam alquran dan hadits mengalami perbedaan dikarenakan cara pengambilan hukum (istimbth)fugoha satu dengan yang lainya terkadang mengalami perbedaan, pebedaan ini bukan dikarenakan satu dengan yang lainya bertentangan atau saling mengunngulkan namun karena alquran yang bersifat universal itulah yang mebuat mereka terlihat berbeda, akan tetapi perbedaan dalam hukum fiqih itu sangat bisa dimaklumi karena fiqih sendiri itu bersifat lunak dan tidak kaku.
v Analisis (dzikir setelah melakukan ibadah sholat)
Kata Dzikir munkin sudah tidak asing dikalangan umat islam, dzikir merupakan sebuah cara agar kita bisa lebih dekat dengan pencipta begitulah mudahnya kaum awam mendiskripsikanya, namun kaitanya dalam tata cara melakukan dzikir ternyata dikalangan ormas seperti Muhamadiah dan Nahdlotul Ulama mengalami sedikit pebedaan dalam tata caranya berikut keterangan jelasnya ;
1.        Muahamdiyah
Dzikir memang merupakan sebuah amaliyah shohihah, namun dalam pembahsan amaliyahstelah sholat berjama’ah dalam HPT (himpunan putusan tarjih muhamadiyah) terdapat keterangan bahwa setalah sholat berjamaah imam menghadap kearah ma’,um sisi kanan, salah satunya adalah hadist dari samarah yang aetinya sebgai berikut;
adalah nabi  Muhammad SAW, apabila telah selesai mengerjakansholat beliau menhadapkan wajah beliau kepada kita”
Selain itu, tarjih juga menyatakn agarsetelah selesai sholat berjamaah,supaya jamaah sholat duduk sebentar, dasarnya adalah hadits abu huroirah berikut;
sesungguhnya para malaikat memintakan rahmat untuk salah seorang dari kamu selama masih duduk ditempat sholatnya dan sebelum berhadats, para malaikat mendoakan , ya Allah, ampunilah dosanyadan kasihanilah ia’’
Mengenai dzikir dengan  suara keras setelah sholat, yang telah dikutiip ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits berkaitan dengan dzikir dan doa, meskipun tidak semuanya.
Memang terdapat hadits dari ibnu Abbas yang menyatakan bahwa rasulullaah pernah melakukan dzikir dengan suara keras yaitu hadits yang artinya sebagai berikut;
dahulu kami mengetahui selesainya sholat pada masa nabi karena suara dzikiryang keras“
Namun hadits tersebut dianggab bertentangan dengan Al-Qur’an dan beberapa  hadits lainya.
Dalam surat Al-A’rof ayat 55 Allah berfirman, yang artinya sebagai berikut;
“Berdoalah kepada tuhanmu dengan berrendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya dengan rasa takut (tidak akan diterima)dan (harapan dkabulkan), sesungguhnya rahmat Allahamat dekat kepada orang-oorang yang berbuat baik.”
Dalam surat Al-A’rof ayat 25, yang artinya sebagai berikut;
“dan sebutlah nama tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diridan rasa takut, dantidak menggoreskan suara, diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”
Dalam hadits, rasulullahbersabda;
“wahai sekalian manusia, masing-masing kalian bermunajat (berbisik-bisik)kepada rabb kalian, maka janganlah sebagian kalian menjaherkan bacaanya dengan menggangu sebagian yang lain.”
Dari  ayat Al-Qur’an dan hadist  tersebut diatas, Muhamadiyah berpendapat bahwa Allah memerintahkan kepada kaum musliminagar bardoa dan berdzikir dengan merendahkan diri dalam arti lain tidak mengeraskan suara.
2.      Nahdlotul Ulama.
Pembahasan dzikir dan tata caranya dikalangan warga nu terbagi  menjadi 3 bagian petama, dzikir dan syair sebelum sholat berjama’ah, kedua; dzikir dengan suara kelas  setelah sholat, ketiaga;  dzikir berjama’ah yang di selenggarakan secara khusus. Nmaun, karena unsur masalah dalam perkara yang saya lakukan terkait ikhtilaf adlah berkenaan tentang dizkir setelah sholat, maka saya akan ambil salah satu dari tiga bagian  diatas yakni dzikir dengan  suara keras setelah sholat.
Kita sebagai umat muslim sangat tahu bahwa salah satu tujuan  dzikir addalah untuk meraih ketenangan, agar kita bisa lebih dekat dengan Allah SWT. Untuk mencapai tujuan itu, tentulah dibutuhkan dzikir yang tidak hanya sekedar ucapan lisan, melainkan membutuhkan kesugghaan hati dan dzikir pastilah dilakukan dengan khusuk. Untuk bisa berdzikir dengan khusu’ itu diperlukan perjuangan yang tidak ringan, mengutip sebuah penjelasan yang K.H  kholil Nafis bahwa cara untuk khusuk tiap orang memiliki cara yang berbeda-beda. Ada yang khusuk dengan cara duduk menghadap kiblat, mukin yang lain akan lebih khusu’ dengan cara berdiri atau berjalan,  dan ada pula yyang khusu’ jika berdzikir dengan mengeraskan suara keras atau  berdzikir dengan suara yang pelan bahkan terkadang tidak besuara.
Memang terdapat dalil –dalil yang menyuruh uat muslim untuk berdzikir dengan suara yaang lembut dan padda sisi lain terdapat pula dalil yang memperbolelkan dzikir dengan suara yang keras.  Meskipum terlihat sangat bertentangan antara hadist dan alquran, atau hadits dengan hadits. Sebenarnya tidak lah bertentangan karena masing –masing memiliki tenpatnya sendiri-sendiri yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Dalil yang memperbolehkan dzikir dengan suara keras yakni;
Aku mengetahui dab mendengarnya (berdzikir dan berdoa dengan suara keras) apabila mereka selesai melakukan sholat dan hendak meninggalkan masjid H.R Bukhari dan muslim)
Ibnu Adro’ juga pernah berkata: “pernah saya beerjalan bersama dengan rasulullah SAW lalu bertemu dengan seorang laki-laki dimasjid yang sedang mengeraskan suaranya untuk berdzikir. Saya berkata, wahai rasulullah munkin dia melakukan hal itu dalam keadaan riya’, rasulullah SAW menjawab; “tidak, tapi dia sedang mencari ketenangan”
Mengenai hadits yang sekakan akan kontradiktif itu, imam nawawi dalam sebuah penjelasnya, sebagai berikut:
“Imam Nawawi mengkompromikan (Al-jami’u Wat Taufiq) antara hadits yang mmensunahkan mengeraskan suara dzikir dan hadits  yang mensunahkan memelankan suara dzikir tersebut, bahwa memelankan dzikir itu lebih utama sekiranya akan ada kekhawatiran akan riya’, mengganggu orang yang sholat atau orang yang tidur, dan mengeraskan dzikir lebih utama jika lebih banyak mendatangkan  manfaat seperti agar kumandang dzikir itu bisa sampai kepada orang yang mendengar, dapat mengingatkan hati orang yang lalai, terus merenungkan  dan menghayati dzikir, mengkonsentrasikan pendengaran jama’ah, menghilangkan kantuk serta mmenambah semangat” (Ruhul Bayan, jus III)
Pendapat imam  nawawi diatas  sejalan dengan yang ditulis imam Syafi’i dalam kitab al umm, bahwasanya tujuan nabi Muhammad SAW, mengeraskan suaranya ketika berdzikir adalah untuk mengajari orang-orang yang belum bisa melakukanya, dan jika amalan tersebut hanya untuk pengajaran biasanya tidak dilakukan secara terus menerus.

Demikian penjabaran singkat  mengenai masalah dzikir setelah sholat. Jelas sudah bahwa sebenarnya antara satu ormas agama dengan ormas yang lain sebenarnya sama-sama beribadah dzikir namun hanya cara mereka saja yang berbeda.

Demikian analisis singkat mengenai ikhtilaf dalam masalah ibadah, kurang lebihnya saya selaku penulis artikel ini sangat berbahagia sekali jika artikel ini sangat bermanfaat bagi pembacanya, namun jika dalam penulisan artikel ini terdapat kesalahan saya menghaturkan maaf yang sebesar besarnya. Terima kasih   perspektif NU dan Muhamadiah tentang ibadah dzikir
Posted by Haniera imuet On 08.43 No comments READ FULL POST
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube

    Blogger news

    Blogroll

    About